
detikcyber.com, BLITAR – Akibat dirinya dijadikan tersangka kasus penyebaran hoax atas unggahan Facebook dan diduga diperlakukan tidak adil oleh Polres Blitar, pentolan aktifis anti korupsi Mohamad Trijanto (MT) bersama puluhan masa aktifis anti korupsi Blitar mendatangi Pengadilan Negeri Blitar Jum’at (7/12/2018 ) pukul 13.30 Wib . Kedatangannya ke PN Blitar guna mendaftarkan gugatan praperadilan kepada Polres Blitar. Pendaftaran praperadilan tersebut juga didampingi tim kuasa hukumnya yakni M Soleh SH dan Hendy Prianto SH.

Menurut M Sholeh selaku kuasa hukum MT menjelaskan, kedatangan hari ini ke Pengadilan Negeri Blitar untuk mendaftarkan gugatan praperadilan dan alhamdulillah sudah teregister dengan perkara nomor : 02/Pid.Pra/2018/PN.Blt di Pengadilan Negeri Blitar.Kenapa kita prapradilankan, karena kliennya MT sebagai tersangka yang dituduh melanggar undang-undang ITE dan juga undang-undang Nomor 1 Tahun 1946, gara-gara unggahan Facebook yang menyatakan ada informasi kalau Bupati Blitar akan dipanggil oleh KPK,”terangnya.
“Nah kenapa unggahan ini yang dijadikan polisi sebagai pijakan untuk menetapkan tersangka? Lanjut M Sholeh, ini tidak menuduh siapapun, yang dipanggil oleh KPK belum tentu jadi tersangka. “ Jadi sebenarnya tidak ada yang harus sewot disini kecuali kalau saudara MT menuduh bahwa Bupati melakukan korupsi itu dipanggil KPK,” ucapnya.

Tapi sayangnya polisi sangat terlalu serius di dalam menindak lanjuti sehingga tanggal 16 Oktober 2018 dilaporkan oleh bagian hukum Agus Cunanto. Namun bersamaan itu pula juga muncul surat perintah penyidikan,” terang M Sholeh.
Dijelaskan oleh M Sholeh, disini awal mulanya dimana ada kesalahan prosedur yang dilakukan oleh penyidik lazimnya menurut KUHAP dan Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2012, proses penanganan tindak pidana di mulai dari penyelidikan, hingga ke tahap penyidikan .
Menemukan ada sebuah peristiwa pidana maka ditingkatkan ke tahap penyidikan. Efek dari peningkatan ini akan dicari siapa yang akan menjadi tersangka, kalau belum ada penyelidikan tiba-tiba sudah ada sprindik ke penyidik, sudah meyakini bahwa itu peristiwa pidana ini yang lompat. Jadi proses penyidikan itu menggunakan logika. Proses penyidikan bukan seperti dukun, pertama bahwa proses tidak berdasarkan pemeriksaan penyelidikan, peristiwa pidana itu. Kedua, pelapornya yang dirugikan ini kan Bupati. Mestinya pelapornya itu Bupati, bukan bagian hukum kabupaten Blitar,”jelas M Soleh.

Terpisah akademisi dan praktisi hukum Suhadi SH MHum berpendapat,
tersangka atau ahli warisnya atau penasehat hukum, hal ini diatur dalam undang-undang hukum acara nomor 8 tahun 81 tentang KUHP . Jadi tersangka atau kuasa hukumnya ini bisa mempraperadilankan, kalau memang ada hal-hal yang dirasa terpenuhi dari pasal 77 dan sampai 83 bisa di tambahkan lagi ada putusan dari Mahkamah Konstitusi.
Saya sampaikan tentang norma atau aturan tentang praperadilan, kalau saya memberikan pendapat tentang prosesnya tentu saja harus mempelajari lebih dalam lagi. Ini merupakan hak tersangka nanti akan diharapan masyarakat termasuk saya sebagai akademisi dan praktisi hukum ini berharap hakim yang menangani perkara praperadilan betul-betul bisa objektif berdasarkan keilmuan hukum yang memadai yang mumpuni. Artinya harus betul-betul mengacu ilmu hukum khususnya hukum acara pidana dengan kejujuran sehingga putusan yang objektif dan bisa memberikan pendidikan hukum yang baik bagi seluruh elemen. Tidak hanya masyarakat tapi juga aparat penegak hukum sendiri yang terlibat di dalamnya ,” pungkas Suhadi. (Anton)