detikcyber.com, BLITAR – Pengadilan Negeri Blitar pada Rabu (14/11/18) kembali menggelar sidang lanjutan perkara penyalahgunaan narkoba dengan terdakwa David Hermawan alias Kasisi. Persidangan tersebut dengan agenda meminta keterangan saksi Aiptu Supriyanto, penyidik sebagai saksi verbalisan.
Menurut Aiptu Supriyanto selaku Penyidik Satnarkoba Polres Blitar kota, mulai awal pemeriksaan hingga akhir ditandatanganinya berita acara penyidikan (BAP), terdakwa selalu didampingi oleh penasehat hukum,” terangnya.
Ditegaskan pula oleh Supriyanto, bahwa apa yang disampaikannya dalam persidangan juga sudah sesuai dengan BAP. Namun jika kesaksiannya disangkal oleh terdakwa, itu merupakan hak terdakwa,” tandasnya.
Ditempat yang sama, Suhadi SH MHum selaku kuasa hukum terdakwa saat dikonfirmasi detikcyber.com mengatakan, apa yang disampaikan oleh saksi verbalisan (saksi penyidik) sudah menjadi kebiasaan penyidik untuk membenarkan dan mempertahankan apa yang ada di BAP.
Dimanapun dirinya belum pernah mendengar, penyidik itu mengaku bahwa telah salah/keliru seperti yang saya sampaikan dalam persidangan. Mereka pasti akan mengatakan sudah benar dan prosedural. Jadi saya sudah tidak heran kalau mereka membantah atau mengingkari,” tegasnya.
Selain itu, masih menurut Suhadi bahwa upaya penasehat hukum ini bukan dalam rangka mengingkari BAP. Namun justru meluruskan dan membantu Majelis Hakim dalam mngambil keputusan hukum.
“ Saat saya tanya tentang penyidikan saja tidak jelas, padahal dia penyidik. Nah penyidik itu harus memahami tupoksinya apa. Karena penyidikan itu merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan bukti-bukti, kemudian membuat terang benderang suatu peristiwa, selanjutnya menentukan tersangkanya,” tegas Suhadi.
Menurut Suhadi, membuat terang Benderang suatu peristiwa ini, tidak boleh diartikan semaunya penyidik. Namun harus diungkap kasus itu sejelas-jelasnya. Karena amanah KUHAP. Jadi tidak boleh semaunya penyidik,” tandasnya.
Suhadi mengeklaim, apa yang disampaikan saksi verbalisan ini bukan dalam rangka membuat terang benderang, tetapi justru sebaliknya membuat remang-remang supaya peristiwa yang sebenarnya tidak terungkap.
“Inilah upaya kami untuk mengungkap peristiwa yang sebenarnya. Karena ketika peristiwa itu sebenarnya, bisa jadi konstruksi hukumnya berbeda, dan pertimbangan Hakim berbeda,” terangnya.
Lebih lanjut Suhadi menyampaikan, kalau suatu data dalam permasalahan hukum khususnya perkara pidana tidak lengkap, itu keliru.
“Dari data-data yang tidak lengkap akan berakibat persepsi yang salah terhadap data tadi, sehingga kesimpulannyapun keliru. Seharusnya dari data-data yang benar/lengkap itu, maka akan didapat persepsi yang benar, sehingga putusannyapun benar,” tandasnya.
Suhadi menegaskan, dalam pasal 56 KUHAP itu tidak hanya kepentingan terdakwa, melaikan juga kepentingan negara demi penegakan hukum.
“Jadi walaupun tersangka menolak, tapi itu wajib.hanya saja pendampingannya tidak mulai dari awal,’ tandasnya.
Suhadi merinci, polisi sebagai saksi itu tidak boleh kalau terkait dengan peristiwa ini, karena mempunyai kepentingan dalam perkara ini.
“Jadi kreteria saksi yang dilarang itu diantaranya yang mempunyai kepentingan dalam perkara ini.
Menurut Suhadi yang mempunyai kepentingan, yaitu polisi yang menangkap, mengintai terdakwa. Tentu mereka punya kepentingan.
Pasalnya, mengacu keputusan MA ditingkat kasasi nomor 1531 Tahun 2010, itu sudah jelas dalam pertimbangannya Hakim Agung mengatakan tidak boleh penyidik yang terkait dengan perkara dijadikan saksi,” jelasnya.
NamunbSuhadi berharap, agar Majelis Hakim ini memutus benar-benar berdasarkan keadilan, yang harus didasari dengan keilmuan hukum yang matang,” tutup Suhadi. (Anton)