
detikcyber.com, BLITAR– Proyek multiyears pembangunan RSUD Srengat di Kabupaten Blitar, untuk tahap pertama Pemkab Blitar mengalokasikan anggaran senilai Rp 90 miliar dari dana alokasi umum (DAU). Sedang untuk APBD 2019, anggaran yang dikucurkan juga sama, yakni Rp 90 miliar. Proyek yang di kerjakan oleh PT Karya Bisa, ketika peletakan batu pertama dilakukan oleh Bupati Blitar Drs Rijanto MM dalam sambutannya berpesan kepada semua pihak harus bekerja sama dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan kualitas fisik,”

Kendati demikian, belakangan ini di dalam pengerjaan pembangunan RSUD Srengat baru diawali sudah banyak menuai sorotan dan disoal oleh berbagai pihak. Baik dari kalangan yang menamakan dirinya Lembaga Pengawas Indenpendent, maupun LSM.
Salah satunya UMN (50), dia mengaku dari kalangan independent yang ditugaskan khusus untuk memantau jalanya pelaksanaan pembangunan tersebut. menurutnya proses pelaksanaanya mulai awal tidak memperhatikan kaidah -kaidah pada Desain Rencana Kerja Sementara ( RKS ), dimana untuk urukan yang di gunakan tidak sesuai dengan spesifikasi dan legalitas material yang di dapat. Kami selaku pengawas independen sudah pernah memberhentikan dan sempat berhenti, terkait saran kami bahwasanya di dalam pelaksanaan terdapat kesalahan yang perlu di koordinasikan dengan pihak -pihak yang terkait dan sekarang kami juga tidak tahu sebabnya mengapa ini berjalan lagi, padahal material yang di gunakan tetap sama, ” tuturnya.
Namun tudingan miring yang di lontarkan oleh UMN di bantah oleh Surya, selaku Deputi pelaksana PT Karya Bisa, saat dionfirmasi di lokasi pekerjaan, Sabtu (22/9/18) . Dia mengatakan, ” apa yang dilaksanakan menurutnya sudah sesuai dengan desain RKS.
Saat disinggung terkait material yang diambil dari penambang diduga ilegal, Surya sedikit berkelit, menurutnya legal dan pihak suplayer berjanji akan memberikan keterangan lebih detail terkait itu, “ jelasnya.

Sementara sorotan miring juga diungkapkan oleh Syaiful Anwari Akitivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Anti Korupsi Independen (GAKI). Dari data yang kita temukan dilapangan, berbading terbalik apa yang ada sekarang ini. Terkait soal perijinan material urukan, di mana urukan termasuk kategori galian C dan jika teknis penggalianya di lakukan dengan alat berat (back hoe) maka harus miliki Ijin Usaha Tambang (IUP). Jika tidak sudah melanggar Undang-undang Minerba (Mineral dan Batu Bara) No.4 Th 2009 Pasal 63 tentang IUP,” tandas Syaiful Anwari Ketua GAKI Jawa Timur. Jum’at (21/9/28) dibase campnya.
Selain itu Syaiful juga berpendapat, ” setidaknya sebelum dilakukan pengiriman dilakukan cek lokasi, bersama – sama dengan konsultan pengawas untuk mengetahui apakah nantinya barang yang akan di kirim sesuai (spesifikasi) apa tidak “, pungkasnya.
Dari hasil investigasi detikcyber.com dan dari sejumlah keterangan dilokasi, di dapat hasilnya memang benar. Di lokasi tempat penambangan hanya berstatus ijin lingkungan dan itu di sinyalir adanya pembekapan oleh seseorang yang nota bene mempuyai ling ke atas, yang mana proses penggalian itu sangat leluasa . (Anton)