
detikcyber.com – Gelar acara Rembuk Nasional yang dihelat oleh LSM GAKI (Gerakan Anti Korupsi Independen) Solo dengan mengangkat tema Cegah dan Berantas Korupsi Untuk Indonesia Jaya bertempat di Pendopo Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah Sabtu (25/8) sukses dilaksanakan.

Acara tersebut dihadiri oleh ratusan perwakilan GAKI dari berbagai wilayah propinsi yang sudah terbentuk, dari unsur KPK dan penegak hukum, Kejaksaan dan Kepolisian dan Pejabat Penyelenggara Negara Se-Jawa Tengah, tak lupa pula turut hadir Dewan Pembina GAKI, Antasari Azhar. Tak terkecuali artis era 70 an Pong Harjatmo dan para tamu undangan dari berbagai daerah.

Antasari Azhar juga didapuk sebagai pembicara dalam Rembuk Nasional itu memberikan arahan dan mewanti wanti jika GAKI sudah berani melaporkan tekait korupsi, nyawa pun harus siap diwakafkan. Pasalnya menurut Antasari, jika berantas korupsi jangan pemberantasnya yang dpenjarakan, “pesannya.
Selain peran aktif LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dalam Pencegahan tindak pidana korupsi dini sangat diperlukan. Hal ini telah di lakukan oleh LSM GAKI ( Gerakan Anti Korupsi Independen ) yang bersinergi baik dengan KPK maupun pemerintah dalam memberantas korupsi.
Dalam kesempatanya, Antasari Azhar mengukapkan dalam Rembuk Nasional ini yang digelar GAKI bahwasannya, bentuk mengaktualisasikan pencegahan dan penindakan tentang pemahaman korupsi, peran masyarakat ( LSM ) sangat di perlukan dan jangan sampai kendor. Karena, hal ini semua sudah di atur dalam Perundang – Undangan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“ Kami sudah mempunyai catatan/data yang nantinya akan kita sampaikan kepada KPK, Karena kode etik lembaga yang pernah saya pimpin menilai, hari ini saya tidak bisa sampaikan kepada media“ cletuk Antasari.
Dalam gerakan ini menurutnya, masih banyak yang merasa alergi dan mengangap menghalang – halangi pemberantasan korupsi, justru kita harus merasa senang dan terbantu. Karena peran masyarakat sangat di benarkan di dalam Undang – Undang.
“ Tanpa peran masyarakat Undang – Undang Tentang Korupsi sangat lemah, pencegahan bukan berati menghalang – halangi pemberatasan. Contohnya Waktu dulu saya masih menjabat, ketika saya sudah menindak, kalau ada kesalahan sistem. itu pasti saya reformasi birokrasinya dan saya perbaiki “, tandasnya.
Masih menurut Antasari, keterbukaan informasi publik tidak perlu di tutup – tutupi, supaya tidak ada rasa su`udon kepada penyelenggara negara. Transparan bukan berarti telanjang.
Berkaitan dengan itu dia mencotohkan, kalau Kepala Daerah tidak ingin tersangkut korupsi maka jika APBD sudah di dok, sepantasnya Bupati memasang Baliho yang isinya rencana kerja pemerintah, supaya masyarakat ikut andil dalam pengawasan.
Ada dua hal yang perlu juga di ketahui mengenai pemahaman, karena selama ini masyarakat luas tidak faham menginterpestasikan arti Koruptif (prilaku), Koruptor (pelaku), Korupsi (tindakan). Yang kedua pemahaman Pemerasan, Penyuapan dan Grativikasi. Ini perlu di pahami oleh pejabat penegak hukum.
Disamping itu lanjjt Antasari,setiap tindakan pencegahan dan pemberantasan korupsi harus selalu memperhatikan tiga aspek ysitu yuridis, sosiologis dan filosofis.“ contohnya, ketika seorang sudah kena OTT tau – tau tidak pulang. Kelanjutan mengenai informasi itu sulit di dapat. Apakah dia tersandung masalah pemerasan, penyuapan atau grativikasi. Dan disinilah peran media diperlukan untuk menginformasikan “, tandasnya.
Disamping itu pelapor harus tahu siapa saja penyelenggara negara yang berhak dilaporkan ke lembaga antirasuah KPK. Karena dalam UU No. 28 tahun 1999 sudah jelas aturannya. Kriteria yang disebut pejabat penyelenggara negara. ” Jangan asal main lapor karena akan percuma saja, karena di KPK ribuan laporan yang belum bisa ditindaklanjuti embrionya terlapor bukan merupakan pejabat penyelenggara negara,”pungkasnya kepada detikcyber. Com (anton/okta/jaiz)