
detikcyber.com, SOLO – Meski pembangunan Masjid di Taman Sriwedari Solo sudah dimulai, namun DSKS (Dewan Syariah Kota Solo) kembali meminta kepada F.X. Hadi Rudyatmo selaku Wali Kota Solo untuk membatalkan rencana pembangunan Masjid bekas Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari.
Permintaan pembatalan tersebut disampaikan oleh anggota DSKS yang mendatangi Balai Kota Solo, Kamis (19/7/2018) kemarin. Mereka ditemui oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Solo Sutarja didampingi Sekretaris Satpol PP Arif Darmawan dan Kepala Bidang (Kabid) Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP Agus Sis Wuryanto.
Dalam pertemuan itu, Endro Sudarsono dari Divisi Advokasi DSKS menjelaskan lahan Sriwedari secara inkracht (keputusan berkekuatan hukum tetap) merupakan milik ahli waris R.M.T Wiryodiningrat. Bahkan putusan hukumnya sudah jelas dan prosesnya dalam masa eksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Solo. “Mestinya Pemkot mematuhi putusan hukum itu,” jelasnya. “ Masjid tidak diperkenankan dibangun di lahan sengketa. Pembangunan masjid harus di lahan yang tidak bermasalah dan bersih lahir batin ”.
Menurut kajian fikih, Masjid yang didirikan di lahan yang bersengketa atau tempat yang tidak tepat namanya Masjid dhirar. Selain itu pembangunan Masjid tanpa seizin pemiliknya merupakan perampasan hak milik dan berpotensi konflik berkepanjangan di masa mendatang.
“Tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan Pemkot setelah Peninjauan Kembali (PK) ditolak MA kecuali eksekusi oleh PN. PN juga telah mengabulkan permohonan eksekusi dari ahli waris. Jadi mestinya Pemkot mematuhi hal tersebut,” katanya.
Terpisah, Pemkot bergeming ihwal permintaan dari DSKS itu. Pengumpulan dana umat untuk pembangunan Masjid Taman Sriwedari sampai saat ini terus dilakukan panitia. Hal ini sekaligus memastikan pembangunan Masjid di kawasan Sriwedari jalan terus.
Budi Yulistianto Sekretaris Daerah (Sekda) Solo mengatakan aksi yang menyoal status tanah tempat Masjid akan dibangun tidak menjadi masalah pasalnya Pemkot sudah mengantongi sertifikat Hak Pakai (HP) Nomor 40 dan 41 yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Pembangunan Masjid sudah berdasarkan kajian cukup lama melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), organisasi besar seperti NU, Muhammadiyah, MTA, dan LDII. Semua tokoh yang dilibatkan tidak ada yang menyoal status tanah,” Kata Budi.
Budi menyebut rencana pembangunan Masjid sudah melalui tahapan panjang termasuk kajian status tanah. Pemkot Solo mempersilakan pihak-pihak yang keberatan terkait rencana pembangunan Masjid untuk menempuh jalur hukum,” tegasnya.(BM)